
Aku tak habis pikir bagaimana bentuk jalan pikiran seseorang yang senang memilih kata-kata kasar menyakitkan hati bahkan paling pedih untuk diucapkan, lalu tetap baik-baik saja setelahnya.
Aku nggak bisa banget loh ini….
Pernah aku sedikit ngegas saat berdebat dengan bos di kantor yang menurutku ngeyel, padahal aku sudah jelaskan berkali-kali permasalahannya ia tetap dengan cara pikirnya Yang saat itu menurutku keliru. Setelah beliau terdiam kemudian, aku justru tak enak hati.
Rasa tak enak hati ini yang selalu saja mengikutiku kemanapun aku pergi, membuatku jadi terlalu berhati-hati dalam memilih kata-kata, bahkan saat ucapan sudah di ujung lidah, saat berhadapan dengan orang yang taruhlah begitu menyebalkan, aku masih lebih memikirkan apa akibatnya nanti, sehingga pada akhirnya aku yang jadi makan hati sendiri. Huh, sungguh menyebalkannya aku…
Pernah pula aku bicara agak keras ke mama, yang masih sibuk mempermasalahkan satu hal yang amat mengesalkannya padahal sesuatu itu sudah berlalu cukup lama. Saat awal masalah itu dulu, okelah aku telah cukup bertahan harus mendengar ceramahannya berjam-jam yang tak luput dengan kalimat-kalimat perih. Tak sedikitpun membela diri meski aku punya alasan kuat sendiri kenapa melakukannya. Namun setelah bertahun-tahun, mama masih beberapa kali coba mengungkitnya, aku putuskan tuk buka suara, meski sebelumnya pernah kucoba, tapi aku kalah telak saat ucapan pembelaan pertama keluar, ya mama memang tipe yang kalau sudah berargumen pantang sekali untuk dibantah, kecuali kalau kau punya argumen, maka perlu siapkan dulu bahan-bahannya. Seperti aku kala itu, hampir setiap kali sifat pantang dibantah mama keluar, aku sudah siapkan jawabannya, jadilah kita agak ribut kala itu, dan akhirnya memang mama mulai diam.
Dan aku? Sampai saat ini hatiku masih tak enak mengingatnya, bukan karena bantahan kerasku ke mama, tapi lebih karena kenapa keributan itu harus terjadi, kadang aku kesal, marah, benci… tapi sisi lain aku sadar itu tak sepantasnya.
Dan ah… soal mama, memang ini agak rumit, kalau ditanya siapakah orang yang paling menyayangiku? Jelas tak ada sesiapun yang melebihinya, mamalah orangnya. Tapi tak ayal, segala omelan-omelan, ucapan-ucapan pedihnya sungguh telah memenuhi nyaris separuh hidupku. Sedari kecil, bahkan sampai aku kepala tiga dan sudah beranak dua ini, Mama seakan masih ingin ikut andil dalam tiap langkah hidupku.
Memang tak salah sih, namanya seorang Ibu pasti akan selalu peduli akan nasib anak-anaknya, terlebih kehidupan aku dan suami sampai saat ini masih lah jauh dari kata mapan, bahkan lebih dari itu, kehidupan kami masih penuh carut marut yang membuat mama terkadang harus ikut campur di dalamnya. Namun ucapan-ucapan kasarnyalah yang selalu aku sesalkan, tak jarang ucapannya terdengar meremehkan, merendahkan dan yaa menyakitkan.
Yasudahlah dulu untuk curhat malam ini, aku hanya berharap kelak hidup akan lebih baik untuk aku dan suami, yang aku tahu tak pernah lelah berusaha melakukan yang terbaik buat aku dan keluarga kecilnya, hanya memang keadaan selalu tak berpihak,
Bahkan sedari awal… 😔
Tinggalkan Balasan